Sabtu, 10 Desember 2016

Tarian Beku Menyemarakan Hari Nusantara






SINOPSIS TARIAN BEKU
PADA KEGIATAN HARI NUSANTARA TAHUN 2016


Tarian Beku berasal dari wilayah Leragere, Kecamatan Lebatukan,  Kabupaten Lembata.  Alkisah, terjadi bencana tenggelamnya Pulau Seranggorang Lepan Batang, sebuah pulau yang terletak di bagian timur Pulau Lembata, pada zaman Glet zer yaitu zaman mencairnya es di daerah kutub. Akibat mencairnya es daerah dikutub tersebut, maka permukaan air laut naik dan menenggelamkan berbagai daratan/pulau yang landai dibeberapa belahan dunia. Banyak pulau (daratan) tenggelam, termasuk pulau Seranggorang Lepang Batan dikawasan kepulauan Alor.


Manusia yang menghuni daratan/pulau Seranggorang Lepan Batang berjuang menyelamatkan diri dan sebagian warga ahkirnya terdampar disebuah daratan/pulau baru.  Daratan/pulau baru tersebut bernama pulau Lembata. Pelarian itu menghantar berbagai kelompok masyarakat pada tempat – tempat baru,  ada yang singgah di daerah yang sekarang kita dkenal dengan nama Leragere, ada yang di Leralodo, ada yang di Atadei, Lamalera, Ile Ape serta beberapa wilayah lainnya yang ada didalam pulau Lembata. Bahkan ada juga yang terus ke daratan/pulau lainnya seperti beberapa daerah yang berada dipulau Adonara dan disitu juga terdapat sebuah tarian yang bernama Tarian beku terong, serta daerah-daerah lainnya.

Setibanya mereka ditempat hunian baru masing-masing koloni kemudian menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru yang kemudian berkembang menjadi adat dan kebudayaan khas masing-masing daerah. Demikian juga halnya kelompok yang menetap didaerah Leragere. Mereka kemudian menciptakan sebuah tarian yang sekarang kita kenal dengan nama Tarian BEKU.

Tarian Beku pada dasarnya mengisahkan tentang kisah pelarian nenek moyang dari Serang Gorang Lepan Batang menuju daerah hunian mereka yang baru Leragere dan juga mengisahkan tentang proses mengusir penjajah dari wilyah setempat. Perasaan asing dari pribadi-pribadi atau rasa menyendiri/keterasingan didaerah hunian baru ini yang menginspirasi/menggugah mereka untuk membangun sebuah kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan serta persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama disuatu daerah. Kebersamaan tersebut diungkapkan dengan olah gerak dan syair-syair pantun.


 Tarian ini dimulai dengan kebiasaan di mana pada malam hari, ketika semua orang telah kembali dari pekerjaan pokok mereka yang kala itu adalah bertani diladang dan berburuh binatang hutan. Mereka berkumpul bersama disebuah lapangan yang dalam bahasa Leragere dikenal dengan nama Namang.  Alat musik tradisional yang digunakan adalah gendang dan giring-giring yang dalam bahasa Leragere disebut Bawa dan Retung.

Salah seorang laki-laki memukul gendang dengan tujuan memanggil semua warga disekitar untuk berkumpul bersama di namang guna melantunkan syair-syair pantun sambil menari bersama sepanjang malam. Kebiasaan inilah yang  kemudian dijadikan sebagai sebuah tarian yang dikenal dengan nama Tarian Beku sekarang ini.

Dalam tarian Beku terdapat dua irama gerakan dasar yakni gerakan lambat dan gerakan cepat.
1.    Gerakan lambat diiringi syair-syair pantun yang mengisahkan tentang kehidupan masyarakat kala itu, dimana mengisahkan atau mengingatkan mereka saat suka dan duka selama pelarian dari Serang Gorang Lepan Batan menuju tempat hunian mereka yang baru Ledoblolong Leragere.
Ketika masyarakat setempat sudah hidup aman, bersatu dalam sebuah budaya yang baru diwilayah itu, datanglah Kolonial Belanda yang menjajah Indonesia sekitar tahun 1400an. Wilayah Leragerepun turut didatangi dan dijajah oleh bangsa Belanda waktu itu.

Dalam kebersamaan dan persatuan yang kuat dan kokoh, merekapun mampu mengusir penjajah Belanda dari wilayah Leragere.  
Kolonial Belanda yang kala itu datang dan membangun suatu posko penjajahan didaerah Leragere disuatu tempat yang bernama Tiwa Ua.

Alkisah, keseharian masyarakat wilayah tersebut adalah bertani dan berburuh binatang hutan. Dan pada suatu ketika, semua laki-laki dewasa berada ditengah hutan untuk berburuh rusa dan binatang hutan lainnya sebagaimana kebiasaan/budaya setempat. Dan kampung Ledoblolong/Leragere untuk sementara hanya dihuni oleh Ibu-ibu dan anak-anak, kemudian datanglah pasukan kolonial Belanda dan menculik semua ibu-ibu dan anak-anak dan di tawan di posko Tiwa Ua.

Sehari kemudian ketika bapak-bapak kembali dari berburuh dihutan, kampung Ledoblolong yang tadinya hanya dihuni oleh ibu-ibu dan anak-anak telah kosong dan tidak berpenghuni. Langkah tegaspun diambil dengan mengumpulkan semua laki-laki dewasa yang barusan pulang dari berburuh dan mereka membangun sebuah kekuatan bersama dengan seremonial adat di Nobo Buto dan menyerang pasukan kolonial Belanda. Pasukan bapak-bapak kemudian berhasil membunuh habis komandan Pasukan Belanda dan semua anak buahnya.
 Beberapa orang yang membunuh tentara Belanda kemudian ditangkap oleh tentara Belanda yang datang kemudian dan mereka dipenjarakan dibeberapa tempat. Salah satu Pahlawan Leragere yang terkenal didaerah ini sampai dengan saat ini adalah Bapak Polo Ama. Beliau yang mampu membunuh komandan Pasukan Kolonial Belanda. Mereka berhasil membunuh komandan pasukan dan sekelompok tentara belanda dan berhasil melepaskan tawanan ibu-ibu dan anak-anak. (Kuburan masal komandan dan pasukan tentara kolonial Belanda terletak di Tiwa Ua Ledoblolong dan hingga saat ini tetap terpelihara oleh penduduk Ledoblolong dan menjadi salah satu tempat siarah atau kemping Pramuka di Leragere dan Kecamatan Lebatukan)


2.    Gerakan cepat diiringi syair-syair pantun yang mengandung ungkapan syukur dan kegembiraan mereka dimana mereka dapat keluar dari situasi sulit selama berada didaerah hunian baru dan juga mampu mengusir penjajah dari wilayah Leragere. Ungkapan yang sangat membanggakan kala itu yakni ungkapan kemenangan dan kegembiraan terungkap melalui gerakan-gerakan cepat tarian beku diiringi syair-syair yang mengunkapkan kegembiraan dan ucapan syukur karena mereka telah melewati masa-masa kritis saat pelarian dan mereka telah menemukan tempat baru dan juga mampu mempertahankan salah satu bagian NKRI di pulau Lembata ini khususnya wilayah Leragere.

Jadi  tarian Beku secara umum mengisahkan tentang kisah sedih semasa pelarian dan ungkapan syukur dari leluhur Leragere ketika sukses melewati masa-masa sulit ditempat hunian baru dan sukses mengusir penjajah dari wilayah Leragere.   



Kamis, 08 Desember 2016

Pantai pasir putih Mingar Menjadi obyek wisata


Mendengar  nama  Mingar tentu orang teringat akan sebuah desa kecil yang ada di wilayah bagian selatan Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Lembata pada umumnya sudah tahu  akan pesona alam yakni hamparan pasir putih  sepanjang pantai yang begitu indah.  

Pada suatu kesempatan kami mendatangi tempat ini dalam rangka monitoring data pendidikan guru dan murid pada tingkat sekolah menengah yakni SMP Satap Pasir Putih.  Sebelum  melakukan pendataan,  kami meluangkan waktu sejenak  dan melihat-lihat di sekitar,  kebetulan  sekolahnya tak jauh dari bibir pantai.  Kesempatan inipun tak kami sia-siakan setelah menempuh perjalan kurang lebih dua jam lamanya.  



Pada akhirnya segala kelelahan akibat  ruas jalan yang berlobang dapat terobati setelah melihat hamparan pasir putih yang begitu indah.
Tampak dari kejauhan terlihat seorang anak kecil memegang sebatang dahan kelapa,  ibarat  sebuah papan selancar yang akan digunakan  untuk melawan gelombang yang menghampirinya.  Tidak ada rasa takut  apa yang akan terjadi nanti karena,  ombaknya  begitu besar ini cuma dapat dilakukan para profesional. 

Setelah dua puluh menit lamanya  kami berada di tempat ini dan menikmati  keindahan pasir putih,  kamipun melanjutkan tugas pendataan Guru dan murid pada  sekolah yang kami tujuh.
Penduduk setempat pada umumnya  sebagai petani dan nelayan seperti halnya masyarakat Lembata pada umumnya.   



Desa mingar jauh dari keramaian  kota, yang terdengar hanya bunyi gemuruh ombak laut sawu di se panjang pantai seolah-olah ingin membangunkan masyarakat yang lelap tertidur disepanjang pantai setelah seharian bekerja.  “ Masyarakat desa mingar pada umumnya sudah terbiasa untuk menghabiskan waktu malam bersama keluarga,  diatas hamparan pasir putih seakan-akan langit adalah rumahku, “ kata ibu Skolastika M Beraf,  salah seorang  staf pengajar guru Agama Katolik di sekolah itu.   Tak ketinggalan Benedikta Bota staf pengajar SDK Mingar yang turut hadir saat itu berkata, “ Dari nama sekolahnya saja SMP Satap pasir putih, ini untuk mengingatkan  anak-anak  didik agar selalu menjaga dan mencintai keindahan alam terutama pesisir pantai ini demi kebaikan anak cucu kita kelak.“
Untuk mencapai tempat ini dapat menggunakan kendaraan umum dengan biaya Rp. 20.000, jika menggunakan ojek maka biayanya Rp. 50.000-100.000 sesuai kesepakatan.

Wolorpas Menanti Terbenamnya Matahari



Masyarakat  Lembata pada umumunya  mengenal akan pesona alam Bukit  Cinta yang letaknya di desa Bour Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur.  Tempat ini sebelum  tidak begitu dipedulikan  masyarakat karena, hanya sebuah bukit  bebatuan, ditumbuhan padang rumput   yang  gersang.  Apabila dikala siang hari akan nampak secara jelas fata morgana dari pandangan dikarenakan teriknya matahari.  Namun kina bukit wolor pass di desa Bour berubah dikarenakan  anak-anak muda  selalu mendatangi untuk berfoto-foto  diwaktu siang,  maupun disaat matahari terbenam ( sunset)  bahkan malam hari  dikarenakan cahaya-cahaya lampu para nelayan yang melaut membuat pemandangan menjadi begitu indah. 




Pada akhirnya Pemerintah setempat memanfaatkan momen ini, untuk membangun sebuah prasasti bertuliskan “ LOVE “ di  puncak bukit bour sebagai  tempat wisata alam.  Apa bila pandangan dari  udara saat melintasi tempat ini maka, akan nampak secara  jelas anak tangga yang dibangun mengitari bukit bour  yang berbentuk love akan terlihat dengan jelas. 
Dengan demikian bukit bour yang dulunya dikenal dengan sebutan Wolor Pass menjadi Bukit Cinta,  bukan karena prasasti atau anak tangga yang  dibangun berbentuk love namun,  karena bukit wolor pass  dalam bahasa lamaholot  yang berarti bukit cinta.




Bukit cinta dapat dikunjungi kapan saja baik itu siang yang terik namun,  tidak akan menyurutkan hati  siapapun yang datang ketempat ini.  Itu semua dikarenakan di puncak bukit wolor pass  terlihat dengan jelas pemandangan alam karena cinta tuhan begitu besar yang menjadikan semua itu indah akan alam yang di ciptakan.  Wolor pass seolah-olah  akhir dari suatu pengembaraan melintasi alam  dimana semua kepenatan maupun beban akan pekerjaan akan pudar dibawah pergi angin yang melintasi bukit ini.   



Dari kejauhan akan terlihat dengan jelas gunung bour, gunung koge, gunung ile boleng, gunung ile ape, pasir putih sepanjang pantai bour sampai ke laut sawu sebelah selatan dari arah utara laut flores, laut bagaikan kaca terlihat karena nampak dengan jelas terumbu karang di dasar laut.  Itu sebabnya masyarakat selalu berdatangan, baik berpasangan maupun keluarga untuk menikmati keindahan alam Wolor Pass/ Bukit Cinta, karena sunsentnya Lembata terbaik  ada di tempat ini.

Untuk mencapai  tempat ini,  dapat menggunakan kendaraan umum atau  jasa ojek dengan jarak tempuh sekitar dua puluh menit lamanya, dari kota Lewoleba dengan biaya Rp. 20.000.  Bagi pengunjung dari luar kabupaten dapat menggunakan jasa laut maupun udara.  Jika dengan kapal Veri maka jarak dari pelabuhan Cuma Rp.10.000.  Apabila menggunakan jasa kapal PELNI maka,  biaya jasa  ojek  Rp. 20.000 dari pelabuhan Lewoleba. Sedang menggunakan jasa pesawat  udara  dari bandara Wunopito dapat menggunakan jasa ojek Rp. 50.000.  Selain jasa ojek ada pula jasa angkutan travel dengan biaya Rp. 100.000 - 500.000 tergantung berapa lama pemakaian.