SINOPSIS
TARIAN BEKU
PADA
KEGIATAN HARI NUSANTARA TAHUN 2016
Tarian Beku berasal dari
wilayah Leragere, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata. Alkisah, terjadi bencana tenggelamnya Pulau Seranggorang
Lepan Batang,
sebuah pulau yang terletak di bagian timur Pulau Lembata, pada zaman Glet zer yaitu zaman mencairnya
es di daerah kutub. Akibat mencairnya es daerah dikutub tersebut, maka
permukaan air laut naik dan menenggelamkan berbagai daratan/pulau yang landai
dibeberapa belahan dunia. Banyak pulau (daratan) tenggelam, termasuk pulau Seranggorang
Lepang Batan dikawasan kepulauan Alor.
Manusia yang menghuni daratan/pulau Seranggorang Lepan
Batang
berjuang menyelamatkan diri dan sebagian warga ahkirnya terdampar disebuah
daratan/pulau baru. Daratan/pulau baru tersebut
bernama pulau Lembata. Pelarian itu menghantar berbagai kelompok masyarakat pada
tempat – tempat baru, ada yang singgah
di daerah yang sekarang kita dkenal dengan nama Leragere, ada yang di Leralodo,
ada yang di Atadei, Lamalera, Ile Ape serta beberapa wilayah lainnya yang ada
didalam pulau Lembata. Bahkan ada juga yang terus ke daratan/pulau lainnya
seperti beberapa daerah yang berada dipulau Adonara dan disitu juga terdapat
sebuah tarian yang bernama Tarian beku terong, serta daerah-daerah lainnya.
Setibanya mereka ditempat hunian baru masing-masing
koloni kemudian menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru yang kemudian berkembang
menjadi adat dan kebudayaan khas masing-masing daerah. Demikian juga halnya
kelompok yang menetap didaerah Leragere. Mereka kemudian menciptakan sebuah
tarian yang sekarang kita kenal dengan nama Tarian BEKU.
Tarian Beku pada dasarnya
mengisahkan tentang kisah pelarian nenek moyang dari Serang Gorang Lepan Batang menuju daerah hunian mereka
yang baru Leragere dan juga mengisahkan tentang proses mengusir penjajah dari
wilyah setempat. Perasaan asing dari pribadi-pribadi atau rasa menyendiri/keterasingan
didaerah hunian baru ini yang menginspirasi/menggugah mereka untuk membangun
sebuah kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan serta persatuan dan kesatuan dalam
hidup bersama disuatu daerah. Kebersamaan tersebut diungkapkan dengan olah
gerak dan syair-syair pantun.
Tarian ini dimulai dengan kebiasaan di mana pada malam hari, ketika
semua orang telah kembali dari pekerjaan pokok mereka yang kala itu adalah
bertani diladang dan berburuh binatang hutan. Mereka berkumpul bersama disebuah
lapangan yang dalam bahasa Leragere
dikenal dengan nama Namang. Alat musik tradisional yang digunakan adalah gendang dan giring-giring yang dalam
bahasa Leragere disebut Bawa dan Retung.
Salah seorang laki-laki
memukul gendang dengan tujuan memanggil semua warga disekitar untuk berkumpul
bersama di namang guna melantunkan
syair-syair pantun sambil menari bersama sepanjang malam. Kebiasaan inilah
yang kemudian dijadikan sebagai sebuah
tarian yang dikenal dengan nama Tarian Beku
sekarang ini.
Dalam tarian Beku terdapat
dua irama gerakan dasar yakni gerakan lambat dan gerakan cepat.
1.
Gerakan
lambat diiringi syair-syair pantun yang mengisahkan tentang kehidupan masyarakat
kala itu, dimana mengisahkan atau mengingatkan mereka saat suka dan duka selama
pelarian dari Serang Gorang Lepan Batan menuju tempat hunian mereka yang baru
Ledoblolong Leragere.
Ketika
masyarakat setempat sudah hidup aman, bersatu dalam sebuah budaya yang baru
diwilayah itu, datanglah Kolonial Belanda yang menjajah Indonesia sekitar tahun
1400an. Wilayah Leragerepun turut didatangi dan dijajah oleh bangsa Belanda
waktu itu.
Dalam
kebersamaan dan persatuan yang kuat dan kokoh, merekapun mampu mengusir
penjajah Belanda dari wilayah Leragere.
Kolonial
Belanda yang kala itu datang dan membangun suatu posko penjajahan didaerah
Leragere disuatu tempat yang bernama Tiwa
Ua.
Alkisah,
keseharian masyarakat wilayah tersebut adalah bertani dan berburuh binatang
hutan. Dan pada suatu ketika, semua laki-laki dewasa berada ditengah hutan
untuk berburuh rusa dan binatang hutan lainnya sebagaimana kebiasaan/budaya
setempat. Dan kampung Ledoblolong/Leragere untuk sementara hanya dihuni oleh
Ibu-ibu dan anak-anak, kemudian datanglah pasukan kolonial Belanda dan menculik
semua ibu-ibu dan anak-anak dan di tawan di posko Tiwa Ua.
Sehari
kemudian ketika bapak-bapak kembali dari berburuh dihutan, kampung Ledoblolong
yang tadinya hanya dihuni oleh ibu-ibu dan anak-anak telah kosong dan tidak
berpenghuni. Langkah tegaspun diambil dengan mengumpulkan semua laki-laki
dewasa yang barusan pulang dari berburuh dan mereka membangun sebuah kekuatan
bersama dengan seremonial adat di Nobo Buto dan menyerang pasukan kolonial
Belanda. Pasukan bapak-bapak kemudian berhasil membunuh habis komandan Pasukan
Belanda dan semua anak buahnya.
Beberapa orang yang membunuh tentara Belanda
kemudian ditangkap oleh tentara Belanda yang datang kemudian dan mereka
dipenjarakan dibeberapa tempat. Salah satu Pahlawan Leragere yang terkenal
didaerah ini sampai dengan saat ini adalah Bapak Polo Ama. Beliau yang mampu
membunuh komandan Pasukan Kolonial Belanda. Mereka berhasil membunuh komandan
pasukan dan sekelompok tentara belanda dan berhasil melepaskan tawanan ibu-ibu
dan anak-anak. (Kuburan masal komandan dan pasukan tentara kolonial Belanda terletak
di Tiwa Ua Ledoblolong dan hingga saat ini tetap terpelihara oleh penduduk Ledoblolong
dan menjadi salah satu tempat siarah atau kemping Pramuka di Leragere dan
Kecamatan Lebatukan)
2.
Gerakan
cepat diiringi syair-syair pantun yang mengandung ungkapan syukur dan
kegembiraan mereka dimana mereka dapat keluar dari situasi sulit selama berada
didaerah hunian baru dan juga mampu mengusir penjajah dari wilayah Leragere. Ungkapan
yang sangat membanggakan kala itu yakni ungkapan kemenangan dan kegembiraan
terungkap melalui gerakan-gerakan cepat tarian beku diiringi syair-syair yang
mengunkapkan kegembiraan dan ucapan syukur karena mereka telah melewati
masa-masa kritis saat pelarian dan mereka telah menemukan tempat baru dan juga
mampu mempertahankan salah satu bagian NKRI di pulau Lembata ini khususnya
wilayah Leragere.
Jadi tarian Beku secara
umum mengisahkan tentang kisah sedih semasa pelarian dan ungkapan syukur dari
leluhur Leragere ketika sukses melewati masa-masa sulit ditempat hunian baru
dan sukses mengusir penjajah dari wilayah Leragere.