Sabtu, 03 Desember 2016

Cerita Rakyat Asal Mula Orang Lembata




Nama pulau Lembata  merupakankan nama dari dua buah pulau yakni Lapang dan Batang yang berada di bagian Barat Pulau Alor atau Bagian utara dari Pulau Lembata ini.  Pada  Zaman Gle er atau zaman mencairnya es di Kutub, yang mengakibatkan banyak pulau yang tenggelam. Peristi Gle er ini terjadi jutaan tahun yang lalu. 

Dengan adanya peristi air bah ini maka penduduk setempat lari untuk menyelamatkan diri sehingga meninggalkan tempat tinggalnya untuk  mencari dan menemukan tempat tinggal yang baru. Pada akhirnya nenek moyang pulau Lapang dan Batang menemukan tempat baru yang diberi nama Lepanbata. 

Dalam pelarian ke utara menyusuri laut dan menetap pertama kali di Wairiang. Selanjutnya ke arah utara dan mendiami Edang Aya Wei Lolong yakni suku Leo Hoeq, Atarodang dan Leuwayang. Nenek moyang sebahagian  menuju arah selatan tiba pertama kali di Nino daerah Hobamatang Leuhapu yang kini menjadi Mahal I dan Mahal II. Nenek moyang yang  mendiami tempat ini begitu subur dan diberinama Payong Koto Manu, lalu berpindah lagi ke Perung Peu Obu Hobamatang, suku ini adalah Odelwala hingga kini. Sebagian berjalan terus dan menetap di Wuyo Kape dan mendaki ke Balurebong. 

Dari sini mereka menyebar ke bagian barat di wilayah Atakowa suku Kowa  Lama Botung. Sebagian lagi ke Bobu, Lamatuka dengan suku Lasar,  Losor di Ude Hadakewa. Sebagian menuju ke waiteba, terus berjalan ke watutena, Bota Harapuka, Paugora dan Mirek Puke. Dan sebagian menuju ke tanjung  atadei di lamanuna. Budaya seni yang dimiliki nenemoyang di tanjung atadei ini adalah Are. Sebagian lagi menuju ke kiwan/gunung yakni Lamaheku dan Watuwawer. Budayaseni yang dibawah ke watuwawer yakni upacara Tule Ahar. Suku yang menetap pertama di desa Watuwawer  adalah suku wawin.

Sebelum pelarian nenek moyang dari Lapang dan Batang sudah membuat perjanjian jika suatu saat nanti  mereka dapat mengenali suka atau sanak keluarga mereka. Oleh karena itu perjanjian dilakukan dengan menggunakan suku dengan kata LAMA. Suku itu akhirnya dapat kita ketahui yakni: Ruman Lama Bae, Likur Lama Koma, Wayang Lama Hole, Lida Lama Loru, Wahen Lama Bera, Matan Laman Mangan, Kape Lama Bura, Witing Lama Hingan, Hapu Lama Boleng, Hoe lama Dike, Lera Lama Dike, Kowa Lama Botung, Nila Lama Tolo, Tolo Lama Ile, Watun Lama Gute, Laya Lama Bua, Naki Uma Lama Dayo,  Koba Lama Waleng, Tuka Lama Roni, Wolo Lama Doro, Mulang Lama Gali, Ura Lama Dayo, Baka Lama Wala, Liwo Lama Rebong, Resa Lama Doro, Wuwur Lama Tangen, Boleng Lama Hodung, Wutun Lama Doan, Lama Blawa, Lama Helan, Lama Ole, Lama Nepa, Lama Tonu Matan.
Penuturan dari cucu pertama: Lagar Lagadoni Lejab - Nogo Mayeli saudari dari Raja Labala Ibrahim Baha Mayeli , Bernardus Boli Lejab,




Lembata Dalam Masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Marsyarakat Lembata berubah saat pendatang asing memasuki wilayah  Lamaholot sejak Portugis Menguasai wilayah Kerajaan Larantuka yang meliputi wilayah Adonara, Solor dan Lembata dimana Raja yang berkuasa saat itu adalah Don Fransisko Ola Ado Bala DVG sekitar abat ke 14.  Dalam penguasaan masa penjajah Portugis  yang berakhir sekitar abat ke 16 dimana Belanda menguasai wilayah nusantara sekitar tahun 1602 – 1619.
Dalam pemerintahan Hindia Belanda dengan politik dagangnya yakni VOC { Verenigde Oost Indice Companny} Lembatapun mulai berbena diri demi masa depan yang lebih baik dengan berbagai perjuangan demi masyarakat yang lebih baik. Pada tahun 1613 Armada VOC menyerang benteng di Solor dan menguasai kekuatan Portugis. Sejak saat itu kekuasasan dalam wilayah kerajaan Larantuka sudah beralih namun ada perjajian dimana misionaris tetap melakukan tugasnya sebagaimana bisanya.

Pulau Lembata yang dulunya bernama pulau Lomblen dan Pulau Kewula dijuluki oleh bangsa Belanda dalam politik mengadu domba VOC dan membentuk Paji dan Demong.
Sebagai bentuk kepedulian akan tanah Lomblen maka seorang inspirator, Petrus Gute Betekeneng berkeliling ke 6 wilayah Hamente dengan menunggang kudanya sebagai alat transportasi yakni: Lewoleba, Lewotolok, Kedang, Kawela, Labala dan Lamalera. Tujuannya adalah menghilangkan kelompok Demon dan Paji yang dibentuk oleh Bangsa  Belanda dalam politik memecah belah orang Lamaholot.

Pada akhirnya dibentuk sebuah Panitia Aksi Perjuangan Rakyat Lomblen yang disebut Statement 7 Maret 1954 di Hadakewa yang ditandatangani oleh  Ketuai comisaris Lomblen  Petrus Gute Betekeneng dan St. Lela Tuvan, Ketua Partai Masjumi Cabang Kedang Abdul Salam Sarabiti dan S.A. Badjeher. Statement 7 Maret 1954 yang ditandatangani para Kepala Hamente agar pulau Lomblen diberi status Daerah Tingkat II.
Pada bulan April 1954 diselenggarakan rapat bersama  Yan Kia Poli di Hadakewa dengan kesepakatan memberikan mandat kepadanya untuk memperjuangkan Lomblen menjadi daerah tingkat II.

Nama Pulau Lembata baru  dikenal sekitar tahun 1965, karena dalam pemerintahan Hindia Belanda, pulau Lembata dikenal dengan sebutan  Pulau Lomblen dan Pulau Kewula. Pada tanggal 24 Juni diselenggarakan Musyawara Kerja Luar Biasa Panitia Pembentukan Kabupaten Lembata yang diselenggarakan di Lewoleba, sehingga pengukuhan nama “ Lembata “ sesuai sejarah asal masyarakat dari Pulau Lapang dan pulau batang, sehingga sejak tanggal 01 Juli 1967 orang Lomblen berubah nama menjadi  Orang Lembata 
Dalam masa Pemerintahan Presiden BJ Habiebi  memberikan kepada daerah dalam pendekatan pelayanan kepada masyarakat akhirnya,  dikeluarkan UU No  22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Dengan adanya UU 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka,  Gebernur NTT, Bupati Flores Timur dan Pembantu Bupati Lembata membuat Pernyataan/memorandum tanggal 7 Maret 1999, akhirnya Pulau Lembata terpisah dari Pemerintahan Kabupaten Flores Timur menjadi Daerah Tingkat II Lembata. Pada  tahun 1999 dengan adanya Otonomi Daerah maka, Pulau Lembata menjadi urutan yang Pertama dari 33 Daerah Otonomi yang dibentuk saat itu di seluruh Indonesia.   


Pemerintahan Kabupaten Lembata

Dalam periode pemerintahan Kabupaten Lembata sudah di pimpin oleh lima orang Kepala Daerah diantaranya 2 Penjabat Bupati dan 3 Bupati.
Penjabat Bupati periode I 1999-2001 adalah Drs. Petrus Boliona Keraf,  Periode ke II,  Drs. Andreas Duli Manuk - Ir. Felix Kobun  2001 – 2006, Periode ke  III,  Drs. Andreas Duli Manuk - Drs. Andreas Nula Liliweri 2006-2011,  Periode ke IV,  Eliaser Yentje Sunur – Viktor Mado Watun  2011 -2016,  Periode ke V Penjabat Bupati Petrus Manuk 2016-2017.


Budaya Lembata

Budaya Lembata memiliki keaneka ragaman budaya yang unik dalam tradisi Lamaholot yang selalu dijunjung tinggi dengan norma-norman sosial, agama, suku dan bahasa. Masyarakat Lembata memiliki beberapa bahasa yakni Atadei, Leregere, Ile Ape, Kedang, Puor, Lamalera. Dengan adanya keanekaragaman bahasa ini maka,  lahirlah seorang putra Lembata yang tidak asing bagi kita yakni Prof Dr. Goris Keraf,  seorang ahli Tata bahasa Indonesia datang dari desa Lamalera. Ada banyak kata-kata dalam kamus bahasa Indonesia yang bisa kita jumpai seperti kata “ gelar “. Gelar-pangkat, sedangkan  “ gelar “ dalam bahasa atadei bentang, layar di gelar/bentang,  “ krotolaria “  jenis tumbuhan polong-polong dari atadei.
Pola hidup masyarakat Lembata pada umumunya bercocok tanam dengan lahan yang berpindah-pindah serta memilih untuk merantau ke Malaysia. Namun dengan adanya kesadaran masyarakat kini yang semakin bertambah dalam pengelolahan lahan pertanian seperti, kelapa, kopi, kemiri, vanili, pala, pinang, jati, cendana., jambu mete, coklat, cengkeh yang dapat memberikat manfaat bagi ekonomi hidup keluarga.


Tempat-tempat yang dapat di kunjungi sebagai wisata alam  bagi masyarakat Lembata yakni: Pulau Pasir Putih Awololong, Pulau Pasir Putih Lagadato Lamahora, Dapur Alama Karun Watuwawer, Upacara adat Tule Ahar Watuwawer, Pantai Pasir Putih Waijarang, Wolor Pas/Bukit Cinta, Budaya Tradisional Perburuan Ikan Paus Lamalera, Ritus Pesta Kacang Jontona Ile Ape, Pantai Pasir Putih Mingar, Pantai Lewolein, Pantai Nubi Lusiduawutun, Pantai Rekreasi Tanah Terekat, Air terjun Atawuwur, Pantai  Pasir Putih Beang, Pantai Pasir Putih Wowong, Makam Raja Saguwowo Kalikur. Masih banyak lagi tempat yang dapat dikunjungi namun karena sulitnya medan yang di tempuh
Masyarakat Lembata memiliki  berbagai seni buaya dalam menghibur masyarakat setempat seperti: Tarian Beku dari Leragere, Tarian Kolewalan dari Watuwawer, Holobeba tarian penyambutan tamu dari Watuwawer, tarian dari kedang ula naga, dan tarian dari Ile Ape Sole Oha, Tarian Lamahora.
Momentum bersejarah bagi masyarakat Lembata,  khususnya yang perlu dicatat dengan tinta emas yakni Kunjungan Bapak Presiden RI  Joko Widodo bersama ibu dalam acara  Hari Nusantara tepatnya tanggal 13 Desember 2016.  Ini suatu kehormatan tersendiri orang  Lomblen - orang Lembata karena dalam usianya kemerdekaan Negara RI ke 71 Tahun, akhirnya seorang Kepala Negara boleh menginjakan telapak kakinya di Tanah Lembata helero.


Inilah kami orang Lembata Dalam syair dan lagu “Tanah Lembata Helero” di gedung peten ina tahun 1999, gubahan Drs. Benyamin Raya Tapun.

Tanah Lembata helero
Tanah lembata helero.
Lewo tanah titen pai soga hama-hama,
Den de reo e
Tanah lembata hele ro
Lewo tanah kemela
Lewo tite lembata sare
Alus ta alusi tanah lembata hara die
Ta an onek ke tou pai ago soga hama-hama


6 komentar:

  1. Ama orek lee morai gabung rebe hen tite bantu wihe ku... wihe kewuje-kewuje nawai tek gnat node tulisen tu hi..
    https://mediaakor.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. minta maaf bapa saya dari suku odelwala kedang..koreksi semua orang kedang bukan dari lepan batan..kami dari puncak uyelewun..lalu suku odel wala bukan dari lepan batan..tulisan ini banyak cacatnya

    BalasHapus
  3. Terima kasih. Mrnjafi bahan rwferensi utk mrmahami lrmbata dari berbagai sumbee

    BalasHapus
  4. Tidak semua orang Lembata dari lepan batan..kami orang kEdang aslinya dari puncak uyeluwun..

    BalasHapus